Pertumbuhan kredit perbankan di Indonesia saat ini dianggap sebagai pendorong utama bagi perkembangan ekonomi nasional. Menurut Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, semua sektor kredit, termasuk konsumsi, komersial, dan UMKM, perlu didorong untuk menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Per Agustus 2025, tercatat pertumbuhan kredit mencapai 7,56% tahun ke tahun. Meskipun terlihat ada peningkatan dibandingkan bulan sebelumnya, angka ini masih jauh lebih rendah dibandingkan pertumbuhan 10,9% yang tercatat pada periode serupa tahun lalu.
Perry menjelaskan bahwa ada tiga sektor kunci yang memerlukan perhatian khusus. Sektor industri mencatat pertumbuhan 7,88% yoy, pertanian 5,54% yoy, dan perdagangan yang hanya 1,94% yoy, menunjukkan perlunya langkah-langkah strategis untuk mendorong pertumbuhan sektor-sektor ini lebih lanjut.
Lebih lanjut, Perry mengungkapkan bahwa sikap menunggu dan melihat dari pelaku ekonomi menjadi salah satu penyebab lambatnya permintaan kredit. Selain itu, suku bunga kredit yang masih tinggi turut menghambat perkembangan tersebut.
Dia menambahkan bahwa hingga Agustus 2025, terdapat pinjaman yang belum dicairkan mencapai Rp 2.372,1 triliun, atau 22,7% dari total plafon kredit yang tersedia. Ini menunjukkan bahwa optimisme terhadap penyediaan kredit masih rendah di kalangan pelaku usaha.
Dari sisi penawaran, Perry menyatakan bahwa likuiditas perbankan masih kuat. Rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga (AL/DPK) mencapai 27,25% pada Agustus 2025, menunjukkan bahwa perbankan masih memiliki kemampuan untuk memberikan kredit yang diperlukan.
Sementara itu, meskipun Bank Indonesia telah memangkas suku bunga acuan sebesar 125 basis poin, penurunan suku bunga kredit hanya terjadi sebesar 7 bps, menjadi 9,13% dari sebelumnya 9,20%. Ini menunjukkan laju penurunan yang cukup lambat dan perlu perhatian dari semua pihak.
Rincian Pertumbuhan Sektor Kredit di Indonesia
Dalam analisis lebih lanjut, sektor industri menjadi pendorong utama pertumbuhan kredit dengan angka 7,88% yoy. Proses pemulihan di sektor ini harus didukung oleh kebijakan yang mendukung investasi serta inovasi untuk meningkatkan daya saing.
Sementara itu, sektor pertanian yang mencatat pertumbuhan 5,54% yoy mengindikasikan potensi besar yang masih bisa digali. Dengan adanya teknologi modern dan fasilitas yang memadai, sektor ini dapat berkembang lebih pesat.
Di sisi lain, sektor perdagangan yang hanya tumbuh 1,94% yoy menunjukkan perlunya perhatian khusus. Hal ini menunjukkan bahwa sektor ini mungkin mengalami tantangan yang lebih besar dalam pemulihan daripada yang lainnya.
Secara keseluruhan, dukungan dari pemerintah dan otoritas moneter sangat penting untuk meningkatkan aksesibilitas kredit bagi sektor-sektor ini. Melalui program yang berfokus pada pengembangan sektor-sektor ini, diharapkan akan muncul pertumbuhan yang lebih solid di masa mendatang.
Hambatan yang Dihadapi Dalam Permintaan Kredit
Sikap menunggu dan melihat yang dimiliki pelaku ekonomi menjadi penghalang signifikan dalam memanfaatkan potensi kredit. Faktor ketidakpastian ekonomi turut memperburuk situasi ini dan menghambat pemulihan yang lebih cepat.
Selain itu, masih tingginya suku bunga kredit menjadi tantangan lain yang sangat perlu diselesaikan. Suku bunga yang tinggi akan membebani pelaku usaha, terutama UMKM, yang sangat bergantung pada akses mudah terhadap dana.
Perry juga menekankan pentingnya upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman pelaku usaha mengenai cara memanfaatkan fasilitas kredit. Edukasi yang tepat dapat membantu merangsang permintaan kredit dari pelaku usaha di berbagai sektor.
Tantangan lain yang harus dihadapi adalah adanya ketidakpastian dalam kebijakan ekonomi. Ketika kebijakan pemerintah tidak konsisten atau mudah berubah, hal ini dapat menurunkan kepercayaan pelaku usaha untuk mengambil pinjaman yang diperlukan.
Tindakan yang Perlu Diambil untuk Mendorong Pertumbuhan Kredit
Perry menegaskan pentingnya kolaborasi antara pemerintah dan institusi keuangan dalam menciptakan iklim yang kondusif bagi pertumbuhan kredit. Langkah-langkah strategis perlu disusun untuk mendorong penyaluran kredit yang lebih optimal.
Selain itu, penurunan suku bunga kredit secara agresif perlu dilakukan agar mampu menyemangati pelaku usaha untuk lebih tertarik dalam memanfaatkan dana yang tersedia. Bank sentral memiliki peran kunci dalam hal ini untuk menciptakan kebijakan yang mendukung.
Pelatihan dan workshop bagi pelaku UMKM juga harus ditingkatkan untuk memberikan wawasan lebih mengenai manajemen keuangan dan pengelolaan utang. Dengan edukasi yang tepat, pelaku usaha akan lebih percaya diri dalam mengambil keputusan kredit.
Di sisi lain, pemerintah juga dapat memberikan insentif bagi bank yang berani memberikan kredit kepada sektor-sektor yang tertekan. Ini dapat menjadi dorongan bagi lembaga keuangan untuk lebih aktif dalam menyalurkan kredit.
Dukungan kebijakan yang tepat akan berkontribusi besar dalam menciptakan pertumbuhan yang lebih kuat untuk ekonomi Indonesia. Kerjasama yang baik antara semua pihak diharapkan dapat menciptakan ekosistem yang sehat untuk pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.