Kementerian Perhubungan berencana untuk mewajibkan semua penerbangan internasional yang mendarat di Indonesia menggunakan bahan bakar ramah lingkungan, yang dikenal sebagai Sustainable Aviation Fuel (SAF). Kebijakan ini diharapkan mulai berlaku pada tahun 2027 dan menjadi bagian dari upaya pemerintah dalam mencapai target Net Zero Emission (NZE) di sektor penerbangan.
Direktur Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara DJPU Kemenhub, Sokhib Al Rohman, mengungkapkan bahwa penerapan kebijakan ini adalah langkah konkret untuk mendukung pengurangan emisi karbon. Dengan target ini, Indonesia berharap dapat berkontribusi dalam misi global terkait perubahan iklim.
Menurut Sokhib, inisiatif untuk memakai SAF ini adalah langkah strategis dan sejalan dengan kebijakan banyak negara lain yang juga akan mengambil langkah serupa. Hal ini menunjukkan adanya kesamaan visi di antara negara-negara dalam menjaga kelestarian lingkungan.
Penggunaan Sustainable Aviation Fuel (SAF) di Indonesia dan Dunia
Penggunaan SAF berpotensi mengurangi emisi gas rumah kaca hingga 80 persen bila dibandingkan dengan bahan bakar fosil. Ini adalah langkah awal yang positif menuju penerbangan yang lebih hijau. Tidak hanya Indonesia, banyak negara di Eropa dan Amerika Serikat juga sedang mengembangkan regulasi serupa.
Di Belanda, misalnya, pemerintah sudah mengumumkan rencana untuk mulai menerapkan penggunaan SAF pada tahun 2026. Selain itu, Belanda juga akan memberlakukan denda bagi penerbangan internasional yang tidak menggunakan SAF ketika memasuki wilayah udara mereka.
Langkah Belanda ini menggambarkan komitmen mereka dalam mengurangi emisi dari sektor penerbangan. Penerapan kebijakan seperti ini bisa menjadi model bagi negara-negara lain, termasuk Indonesia, dalam merumuskan langkah-langkah yang sejalan dengan target global.
Strategi Pertamina dan Penerapan SAF di Indonesia
PT Pertamina (Persero) juga turut berperan dalam mendukung transisi ini dengan mempromosikan penggunaan SAF yang berasal dari bahan baku lokal, khususnya minyak jelantah. Pendekatan ini diyakini akan memperlancar proses penerapan SAF di Indonesia dan mendukung maskapai dalam mengadopsi bahan bakar ramah lingkungan.
Pertamina mengembangkan SAF berbasis Used Cooking Oil (UCO), yang bisa dicampurkan dengan avtur konvensional. Pendekatan yang lebih mudah dan terjangkau ini diharapkan dapat mendorong maskapai-maskapai penerbangan di Indonesia untuk segera beradaptasi dengan kebijakan baru ini.
Dengan keberhasilan pengembangan SAF berbasis UCO, maskapai Indonesia yang melayani rute internasional tidak perlu khawatir akan dikenakan denda saat mendarat di negara-negara yang memberlakukan kebijakan hijau. Ini merupakan kabar baik yang menjanjikan untuk industri penerbangan dalam negeri.
Implikasi Ekonomi dan Lingkungan dari Kebijakan Baru Ini
Kebijakan ini tidak hanya memberikan manfaat lingkungan, tetapi juga memiliki dampak positif pada ekonomi. Dengan beralih ke bahan bakar yang lebih ramah lingkungan, Indonesia dapat menciptakan lapangan kerja baru di sektor energi terbarukan. Ini adalah peluang bagus untuk mendorong investasi dan inovasi di bidang energi.
Di sisi lain, penerapan SAF juga diharapkan dapat meningkatkan daya saing maskapai penerbangan Indonesia di kancah internasional. Dengan memenuhi standar keberlanjutan global, maskapai Indonesia akan lebih dipercaya oleh konsumen dan pasar internasional.
Namun, tantangan dalam transisi ke SAF tetap ada. Maskapai dan pihak terkait harus bekerja sama untuk memastikan infrastruktur dan teknologi yang diperlukan tersedia, agar penerapan SAF dapat terlaksana dengan sukses.




