Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berkomitmen untuk memastikan bahwa kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM) tidak akan terjadi lagi di tahun depan. Dengan melalui pengaturan kuota yang lebih baik, diharapkan semua pihak dapat menghindari masalah serupa yang terjadi tahun sebelumnya dan menjaga kestabilan pasokan energi nasional.
Direktur Jenderal Migas, Laode Sulaeman, menegaskan bahwa informasi yang diperoleh dari Badan Usaha swasta akan sangat berharga untuk penetapan kuota yang lebih akurat di tahun 2026. Melalui kerjasama ini, Kementerian berharap stok BBM dapat diatur dengan lebih efisien di seluruh SPBU.
Dalam Rapat Kerja yang diadakan dengan Komisi XII DPR RI, Laode menjelaskan pentingnya data yang akurat dari berbagai pihak dalam industri ini, serta bagaimana data tersebut akan digunakan untuk mengatasi masalah yang telah berulang dalam pasokan BBM.
Pentingnya Penyediaan Data Dari Badan Usaha Swasta
Penyediaan data yang transparan dari Badan Usaha swasta sangat krusial dalam mengelola pasokan BBM. Hal ini akan membantu Kementerian ESDM dalam merumuskan kebijakan yang lebih efektif, mencegah krisis pasokan di masa mendatang. Dengan data yang tepat, pengawasan dan penetapan kuota dapat dilakukan dengan lebih baik.
Laode juga menekankan bahwa kelangkaan yang terjadi bukan hanya masalah teknis, tetapi juga terkait dengan pengelolaan sumber daya. Penempatan SPBU dan pengaturan distribusi yang lebih terencana dapat membantu mengurangi kemungkinan terulangnya masalah serupa.
Meskipun saat ini banyak SPBU mengalami kelangkaan stok, pemerintah berharap dengan kerjasama yang baik antara seluruh pihak, tantangan ini dapat teratasi dengan cepat. Sealain itu, langkah proaktif dalam pengaturan stok dapat memperkuat stabilitas energi nasional.
Kelangkaan Stok yang Dihadapi SPBU Swasta
Belakangan ini, banyak SPBU swasta mengalami kelangkaan stok yang cukup serius. Misalnya, Shell Indonesia melaporkan bahwa sejak Agustus 2025, mereka telah mengalami penurunan stok yang drastis, sehingga hanya beberapa SPBU yang masih dapat menyediakan BBM. Hal ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan konsumen akan aksesibilitas bahan bakar.
Dari total 197 SPBU, hanya ada 5 SPBU yang masih memiliki stok, dan jumlah yang tersisa sangat terbatas. Ini menunjukkan situasi darurat yang harus segera ditangani agar tidak merugikan konsumen lebih lanjut.
Selain Shell, BP AKR juga merasakan dampak serupa, meskipun situasi mereka sedikit lebih baik. Namun, stok yang ada juga diperkirakan akan habis dalam waktu dekat, menandakan bahwa tindakan segera diperlukan dari pihak pemerintah untuk mengatasinya.
Masalah Stok di SPBU Lainnya dan Tindakan yang Diperlukan
Dalam situasi yang sama, perwakilan dari PT Vivo Energy Indonesia mengungkapkan bahwa stok yang tersisa saat ini hanya mencakup BBM jenis RON 92. Mereka memperkirakan bahwa stok ini akan habis pada pertengahan bulan ini, menunjukkan betapa mendesaknya masalah ini.
Dari total 44 SPBU yang mereka miliki, semuanya berada di wilayah Jabodetabek, yang menunjukkan bahwa masalah ini dapat berdampak besar pada konsumen di kawasan tersebut. Situasi ini menjadi panggilan untuk tindakan lebih lanjut dari pemerintah dan pihak terkait lainnya.
Pihak Vivo juga mengungkapkan bahwa meskipun memiliki 600 karyawan, tantangan terhadap pasokan BBM dapat berdampak pada stabilitas perusahaan dan ketersediaan kerja. Oleh karena itu, diperlukan solusi jangka panjang adalah untuk mengatasi masalah ini dan memberikan kepastian kepada masyarakat.