Kepala Badan Gizi Nasional, Dadan Hindayana, telah membuka peluang bagi masyarakat adat, termasuk Suku Baduy, untuk mendapatkan program Makan Bergizi Gratis. Program ini bertujuan untuk memastikan seluruh warga negara Indonesia yang tinggal di wilayah terpencil, terutama komunitas adat, dapat menerima manfaat tersebut melalui Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
Dadan menegaskan bahwa semua warga yang sulit dijangkau akan dikategorikan sebagai penerima manfaat. Ia menyampaikan komitmen untuk memastikan setiap ibu hamil, ibu menyusui, dan anak balita mendapatkan akses ke makanan bergizi di wilayah yang sulit dijangkau.
“Kami akan mendirikan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi di semua wilayah terpencil,” ujarnya. Hal ini menunjukkan upaya pemerintah untuk mengentaskan masalah gizi di daerah kurang beruntung.
Inisiatif Makan Bergizi untuk Masyarakat Terpencil
Program Makan Bergizi Gratis dirancang untuk mengakomodasi kebutuhan masyarakat adat dan daerah terpencil. Dalam implementasinya, program ini akan menggunakan bahan pangan lokal yang sudah dikenal dan disukai oleh masyarakat setempat.
Pentingnya kolaborasi dengan komunitas lokal menjadi krusial agar program ini tidak hanya sekadar memenuhi angka statistik, tetapi juga berkontribusi pada kesejahteraan warga. Setiap dapur SPPG nantinya akan dikelola dengan memperhatikan adat istiadat dan kebiasaan makan di masing-masing daerah.
Dadan juga menjelaskan bahwa program ini tidak hanya soal makanan, tetapi juga tentang pemberdayaan masyarakat. Dengan melibatkan potensi lokal, diharapkan ada dampak positif terhadap perekonomian setempat.
Berjalannya waktu, program ini diharapkan dapat memulihkan kesehatan gizi masyarakat yang telah lama terabaikan. Gizi yang baik akan berpengaruh langsung pada produktivitas dan kualitas hidup masyarakat.
Penerapan Program di Berbagai Wilayah
Pembangunan SPPG terpencil saat ini berlangsung secara masif di seluruh wilayah Indonesia. Dengan total rencana lebih dari 8.000 titik dapur, program ini terdiri dari 35 provinsi dan lebih dari 300 kabupaten di Indonesia.
Provinsi dengan jumlah titik terbanyak adalah Papua, di mana terdapat lebih dari 2.000 titik yang direncanakan. Hal ini menunjukkan fokus pemerintah untuk menjangkau daerah yang selama ini tertinggal dan minim akses kepada sumber daya gizi.
Dari total titik yang direncanakan, sebagian besar sudah terverifikasi dan siap untuk dibangun hingga akhir tahun ini. Ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menanggulangi masalah gizi di daerah-daerah sulit dijangkau.
Program ini dirancang untuk menjangkau antara 2,2 hingga 3 juta penerima manfaat dan ditargetkan dapat mencakup rata-rata 300 orang per SPPG. Ini adalah langkah penting dalam upaya pengentasan kemiskinan dan meningkatkan aksesibilitas makanan bergizi di wilayah terpencil.
Tantangan dalam Pengembangan Sumber Daya Manusia
Walaupun program ini menjanjikan banyak manfaat, tantangan dalam hal sumber daya manusia tetap ada. Kelangkaan tenaga ahli gizi menjadi salah satu isu utama dalam pelaksanaan program ini.
Dadan menjelaskan bahwa pemerintah sedang mempertimbangkan untuk memperluas rekrutmen dari bidang lain yang terkait, seperti kesehatan masyarakat dan teknologi pangan. Hal ini diharapkan dapat mengatasi kendala dalam penyediaan tenaga ahli gizi yang terbatas.
Menurut laporan, profesi ahli gizi kini menjadi salah satu yang langka di Indonesia. Saran dari Komisi IX kepada Badan Gizi Nasional untuk mencari solusi atas kelangkaan ini menunjukkan pentingnya dukungan dari semua pihak dalam pelaksanaan program.
Dengan melibatkan berbagai disiplin ilmu dan memperkuat kolaborasi antar lembaga, diharapkan pendekatan terpadu untuk meningkatkan kualitas gizi masyarakat dapat terwujud.




