Mantan Kapolri dan akademisi, Jenderal Pol (Purn) Awaloedin Djamin, memberikan pandangannya yang mendalam tentang sejarah serta fondasi konstitusional Polri. Dalam wawancara ini, dia berupaya membuka wawasan baru mengenai peran penting institusi penegak hukum tersebut dalam sistem pemerintahan Indonesia.
Dengan pengalaman yang luas di dunia kepolisian dan pemerintahan, Awaloedin menyuguhkan perspektif yang otentik dan mendalam. Menurutnya, Polri adalah bagian integral dari struktur administrasi negara Republik Indonesia.
“Pernyataan ini lebih dari sekadar formalitas, melainkan sebuah pengakuan terhadap peran signifikan Polri dalam menjalankan roda pemerintahan,” ungkapnya dalam keterangan tertulis.
Pemahaman yang Benar tentang Sejarah Polri dan Peranannya
Awaloedin menjelaskan bahwa ada kesalahpahaman umum terkait tanggal 1 Juli. Dia menekankan bahwa tanggal tersebut bukanlah hari lahir Polri, melainkan momen penting ketika Polri beralih kendali di bawah Perdana Menteri.
“Hari itu menandai adanya transformasi struktural yang sangat penting. Jadi, 1 Juli bukan perayaan kelahiran, melainkan penegasan struktur baru,” ujarnya.
Konsep Kepolisian Nasional menjadi tema sentral, terutama dalam konteks Indonesia sebagai negara kepulauan dengan keragaman yang tinggi. Hal ini menimbulkan tantangan tersendiri, termasuk potensi konflik dan separatisme.
“Polri memiliki peran sebagai benteng pertahanan yang menjaga keutuhan bangsa. Sebagai Kepolisian Nasional, Polri dihadapkan pada risiko yang dapat timbul dari keragaman masyarakat,” jelasnya.
Menghadapi Tantangan dalam Konteks Masyarakat Multikultural
Awaloedin menegaskan pentingnya pemolisian yang responsif terhadap dinamika sosial masyarakat. Dalam konteks ini, Polri harus memainkan peran aktif dalam menjaga stabilitas dan keamanan.
“Dengan keragaman budaya dan latar belakang, Polri harus dapat bersikap adil dan bijaksana dalam melaksanakan tugasnya. Ini penting agar semua elemen masyarakat merasa aman dan dilindungi,” jelasnya.
Dia juga memperingatkan bahwa tantangan seperti konflik horizontal dan gerakan separatisme membutuhkan strategi yang lebih efektif dari Polri. Di sinilah peran komunikasi dan kolaborasi dengan masyarakat menjadi sangat krusial.
“Pencegahan konflik lebih baik daripada penanganan, dan Polri harus menjalin hubungan yang baik dengan masyarakat untuk mencapai tujuan tersebut,” lanjutnya.
Upaya Pemolisian yang Berorientasi pada Kesejahteraan Masyarakat
Awaloedin menambahkan bahwa tugas Polri tidak hanya berfokus pada penegakan hukum semata. Sebaliknya, fokusnya juga harus pada pemeliharaan ketertiban dan kedamaian dalam masyarakat.
“Ini mencakup berbagai aspek, dari respons terhadap ancaman keamanan hingga aspek sosial yang mempengaruhi kehidupan sehari-hari,” imbuhnya.
Di samping itu, terdapat dorongan untuk meningkatkan pendidikan dan pelatihan bagi anggota Polri. Ini bertujuan agar mereka dapat memiliki pemahaman yang lebih baik mengenai isu-isu sosial.
“Pendidikan yang baik akan mempengaruhi cara berpikir dan bertindak anggota Polri di lapangan. Maka, investasi pada sumber daya manusia menjadi sangat penting,” tuturnya.
Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, perlu ada inovasi dalam pola kerja dan metode pendekatan. Ini sekaligus menjadi tantangan terberat bagi institusi kepolisian di Indonesia.