Insiden mengejutkan terjadi di SMAN 72 Jakarta, di mana S, seorang siswa kelas XI, mengungkapkan adanya dugaan perundungan yang mungkin memiliki kaitan dengan ledakan yang terjadi saat salat Jumat. Momen tersebut membuat para siswa panik dan bingung, serta memunculkan berbagai pertanyaan mengenai keselamatan mereka di lingkungan sekolah.
Menurut S, pelaku ledakan yang teridentifikasi sebagai seniornya diduga berpotensi menjadi korban perundungan sebelumnya. “Saya dapat info katanya pelakunya terindikasi siswa. Mungkin karena dia tuh korban bully jadi ingin balas dendam,” tuturnya ketika ditemui di sekolah, memberikan gambaran tentang kondisi psikologis yang mungkin melatarbelakangi tindakan tersebut.
Kejadian tersebut berlangsung sangat cepat dan tak terduga. Saat ledakan pertama mengguncang masjid, siswa-siswa yang berada di dalamnya langsung panik dan berlarian keluar untuk menyelamatkan diri.
Detail Kronologi Peristiwa Mencengangkan di Masjid Sekolah
Menurut kesaksian S, ledakan terjadi saat khutbah hampir selesai dan iqomah tengah berlangsung. “Kronologi sebelum salat Jumat lagi mau khutbah selesai, tiba-tiba ada ledakan dari tengah masjid. Kami semua langsung kabur untuk menyelamatkan teman-teman,” jelasnya, menambahkan bahwa ledakan kedua terjadi beberapa saat setelahnya.
Panik melanda siswa-siswa yang ingin membantu satu sama lain. S mengaku ia berusaha merangkul dan membantu teman-teman yang terluka, memanfaatkan pengetahuan yang diperolehnya dari pelatihan online tentang pertolongan pertama.
Sempat tercium bau asap dan terdengar suara yang mengganggu telinga, S menggambarkan bahwa situasi saat itu sangat mencekam. “Untung saya belajar dari online cara ngobatin pasien. Alhamdulillah bisa ngobatin sampai dibawa ke Rumah Sakit Islam,” tambahnya, menunjukkan kepedulian terhadap sesama meskipun dalam situasi kritis.
Dampak Psikologis dan Sosial dari Insiden Tersebut
Insiden ledakan tidak hanya menyebabkan luka fisik, tetapi juga meninggalkan jejak trauma pada para siswa. Dalam wawancara, S mengungkapkan bahwa meskipun dirinya tidak terluka parah, ketakutan akan kejadian serupa di masa mendatang tetap menghantuinya. “Telinga saya berdengung, saya tidak bisa mendengar apapun saat itu,” tuturnya menggambarkan efek kejadian tersebut.
Berkaitan dengan dugaan perundungan yang menjadi latar belakang, S menyatakan bahwa tuduhan itu harus disikapi dengan hati-hati. Menurutnya, penting untuk melihat permasalahan dalam perspektif yang lebih luas agar tidak terjadi salah penilaian. “Mungkin dia kuliah ini karena merasa tertekan,” jelasnya mengenai pelaku yang berasal dari kelas XII.
Masalah perundungan di lingkungan sekolah memang menjadi isu yang sering kali diabaikan. Jika tidak ditangani dengan baik, perundungan bisa berpotensi menimbulkan konsekuensi yang lebih besar dan berbahaya, baik bagi korban maupun pelaku.
Perlunya Tindakan Preventif dan Edukasi Mengenai Keamanan Sekolah
Setelah insiden ini, banyak orang tua dan pendidik mulai mempertanyakan langkah-langkah yang ada untuk memastikan keamanan siswa di sekolah. “Seharusnya ada prosedur yang jelas untuk menangani situasi seperti ini,” ungkap salah satu orang tua siswa. Mereka berharap sekolah dapat meningkatkan keamanan dan memberikan edukasi yang lebih baik mengenai bahaya potensi perundungan.
Pihak sekolah juga diharapkan melakukan evaluasi terhadap lingkungan sekolah yang dapat memicu perundungan. Strategi pencegahan untuk mengatasi masalah ini perlu dikembangkan agar situasi serupa tidak terulang di masa depan. Edukasi mengenai perilaku bullying dan konsekuesinya juga harus diperkenalkan sejak dini.
Lebih jauh, penting untuk mendengar suara siswa langsung mengenai kondisi yang mereka hadapi. Mengadakan forum diskusi secara berkala bisa menjadi langkah efektif untuk menjembatani komunikasi antara siswa, orang tua, dan pihak sekolah.




