Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) telah meluncurkan inisiatif baru yang ambisius: pengelolaan sampah menjadi energi, atau yang dikenal dengan Waste to Energy (WTE). Program ini diharapkan dapat menyulap limbah di tujuh daerah menjadi sumber bahan bakar listrik, menjawab tantangan krisis sampah yang semakin mendesak.
Dengan demikian, proyek ini tidak hanya bertujuan untuk mengatasi masalah limbah, tetapi juga menciptakan energi listrik yang dapat digunakan oleh masyarakat. CEO BPI Danantara, Rosan Roeslani, menjelaskan bahwa rencana awal pengembangan proyek ini akan dilaksanakan di 33 kota di seluruh Indonesia.
Di antara tujuh daerah yang akan dijadikan pilot project adalah Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Bali, Bekasi, dan Tangerang. Rosan menekankan pentingnya Jakarta sebagai lokasi utama pelaksanaan proyek ini dengan estimasi 4-5 lokasi yang akan digunakan untuk instalasi WTE.
Strategi Kolaborasi Dengan Berbagai Pihak
Proyek ini merupakan hasil kolaborasi antara berbagai elemen, termasuk pemerintah daerah, kementerian terkait seperti Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Lingkungan Hidup, serta PLN. Kerja sama ini diharapkan dapat menghadirkan solusi komprehensif untuk permasalahan pengelolaan sampah.
Dalam setiap pelaksanaan program, transparansi menjadi salah satu prioritas utama. Proses tender yang terbuka akan memberikan kesempatan bagi perusahaan swasta yang berminat untuk berpartisipasi dalam proyek ini. Dengan demikian, kontribusi dari sektor swasta juga dapat mempercepat pencapaian tujuan program.
Rosan juga menegaskan bahwa program WTE ini membawa banyak keuntungan, salah satunya yaitu mengurangi biaya tipping fee yang biasanya ditanggung pemerintah daerah kepada pengelola limbah. Pendekatan baru ini diharapkan tidak hanya efisien, tetapi juga berkelanjutan.
Pemanfaatan Sampah Sebagai Sumber Energi
Danantara menetapkan tarif flat senilai US$ 20 per kWh untuk pengolahan 1.000 ton sampah per hari. Dengan jumlah tersebut, estimasi energi yang dapat dihasilkan adalah lebih dari 15 MW listrik, yang cukup untuk memenuhi kebutuhan sekitar 20.000 rumah tangga. Hal ini menunjukkan potensi besar dalam memanfaatkan sumber daya yang sebelumnya terabaikan.
Pembangunan pengolahan sampah menjadi energi ditargetkan untuk selesai dalam waktu dua tahun. Ini termasuk dalam upaya pemerintah untuk memenuhi kebutuhan energi yang terus meningkat seiring pertumbuhan populasi dan urbanisasi yang cepat.
Dari segi lingkungan, proyek ini diharapkan dapat membantu mengurangi jumlah sampah yang dihasilkan oleh masyarakat, sekaligus menurunkan emisi karbon. Dengan memanfaatkan teknologi terbaru dalam pengelolaan sampah, Indonesia bisa mendapatkan manfaat ganda: energi dan lingkungan yang lebih bersih.
Proyek WTE Sebagai Jawaban atas Krisis Sampah di Indonesia
Presiden Prabowo Subianto telah menargetkan pembangunan proyek ini di 34 lokasi sebagai langkah konkret untuk menghadapi krisis sampah. Pengolahan Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL) memiliki kapasitas untuk mengolah 1.000 ton sampah per hari, sehingga dapat memperbaiki kondisi lingkungan di kota-kota besar.
Pendekatan ini tidak hanya berfokus pada pembuangan limbah, tetapi juga mengubah paradigma masyarakat untuk melihat sampah sebagai potensi yang dapat dimanfaatkan. Melalui sosialisasi yang baik, diharapkan masyarakat dapat ikut berpartisipasi dalam mendukung program ini.
Dengan dukungan penuh dari semua lapisan masyarakat dan stakeholders, proyek WTE berpeluang menjadi salah satu solusi berkelanjutan untuk masalah sampah yang selama ini menghantui banyak kota di Indonesia. Potensi energi yang dihasilkan tidak hanya akan menguntungkan secara ekonomi, tetapi juga berkontribusi pada keberlanjutan lingkungan.




