Perubahan besar sedang berlangsung dalam industri e-commerce, dan salah satu pemain utama, PT Global Digital Niaga Tbk, atau lebih dikenal sebagai Blibli, baru-baru ini mengambil langkah strategis yang mengundang perhatian. Mereka mengumumkan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 270 karyawan sebagai bagian dari penyesuaian organisasi.
Langkah ini diambil untuk meningkatkan efisiensi serta memperkuat fundamental bisnis perusahaan demi menciptakan pertumbuhan yang berkelanjutan. Dalam surat kepada Otoritas Jasa Keuangan dan Bursa Efek Indonesia, perusahaan menyatakan bahwa penyesuaian ini telah dilakukan dan selesai pada bulan Oktober 2025.
Manajemen perusahaan menyatakan bahwa penyesuaian organisasi diperlukan untuk memastikan perusahaan dapat beroperasi secara lebih efektif, sehingga menciptakan nilai jangka panjang untuk semua pemangku kepentingan. Karyawan yang terdampak mendapatkan pemenuhan hak sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
Strategi Efisiensi yang Diterapkan oleh Blibli untuk Pertumbuhan Berkelanjutan
Di tengah situasi yang menantang, manajemen Blibli berkomitmen untuk menjalankan langkah efisiensi yang berpotensi memperbaiki kinerja perusahaan. Dengan menurunkan beban operasional, diharapkan perusahaan bisa melangkah lebih cepat menuju tujuan jangka panjang.
Mereka menegaskan bahwa langkah efisiensi ini tidak akan berpengaruh signifikan terhadap operasional, aspek hukum, atau kondisi keuangan perusahaan. Justru, penyesuaian ini diharapkan mendukung perbaikan kinerja di masa depan.
Berdasarkan laporan keuangan terbaru, perusahaan mencatatkan kerugian sebesar Rp1,85 triliun hingga September 2025. Meskipun mengalami kerugian, terdapat peningkatan pendapatan menjadi Rp15,24 triliun dari sebelumnya Rp12,13 triliun pada tahun sebelumnya.
Peningkatan Pendapatan dan Beban Pokok yang Mempengaruhi Kinerja Keuangan
Kenaikan pendapatan sebesar itu didorong oleh kontribusi penjualan ke pihak ketiga yang mencapai Rp15,11 triliun, termasuk dari ritel online dan toko fisik. Namun, kenaikan pendapatan juga diimbangi oleh beban pokok yang tinggi, yang tercatat sebesar Rp12,56 triliun.
Komposisi biaya ini meningkat dibandingkan tahun lalu yang hanya sebesar Rp9,79 triliun, menunjukkan tantangan yang harus dihadapi perusahaan untuk mengendalikan ongkos. Oleh karena itu, analisis mendalam terhadap biaya dan efisiensi operasional menjadi sangat krusial.
Keberhasilan perusahaan dalam menjaga pendapatan tetap positif meskipun menghadapi kerugian dianggap sebagai indikator kekuatan merek dan daya tarik di pasar, namun tetap memerlukan strategi jangka pendek dan panjang untuk mencapai profitabilitas yang lebih baik.
Perbaikan Modal dan Kesehatan Keuangan Perusahaan di Masa Depan
Di sisi lain, dari segi permodalan, perusahaan mencatatkan total aset sebesar Rp17,53 triliun di akhir Juni 2025. Ini adalah peningkatan dibandingkan dengan periode akhir Desember 2024 yang hanya sebesar Rp16,16 triliun.
Liabilitas perusahaan juga tercatat signifikan, yakni sebesar Rp8,4 triliun dan ekuitas sebesar Rp9,12 triliun. Kondisi ini menunjukkan bahwa perusahaan berada dalam posisi yang relatif kuat untuk melanjutkan operasional dan investasi di masa mendatang.
Dengan penyesuaian dan efisiensi yang sedang diterapkan, perusahaan berpotensi untuk memperbaiki keadaan keuangan dan mengoptimalkan penggunaan sumber daya yang ada, menjadikannya lebih kompetitif di industri yang sangat dinamis ini.




