Pemerintah Indonesia melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang berupaya memperkuat kebijakan terkait penghapusan kredit macet bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Meskipun ada upaya ini, realisasinya masih jauh dari harapan, dengan hanya sekitar 20 ribu pelaku UMKM yang terdampak.
Dari target awal yang lebih dari 1 juta pelaku UMKM, hanya segelintir yang bisa memanfaatkan kebijakan tersebut. Tercatat adanya kebijakan PP Nomor 47 Tahun 2024 yang berlaku terbatas, hanya selama enam bulan, membuat banyak pelaku usaha kehilangan kesempatan.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menegaskan perlunya pembaruan kebijakan untuk meningkatkan kualitas kredit di sektor UMKM. Harapannya, perbaikan ini dapat memberikan solusi bagi masalah kredit macet yang mengganggu kelangsungan usaha mikro dan kecil.
Perlunya Pembaruan Regulasi Hapus Tagih Kredit Macet UMKM
Pembaruan regulasi diharapkan dapat menjangkau lebih banyak pelaku UMKM yang membutuhkan bantuan dalam penghapusan kredit macet. Mahendra menyatakan bahwa pemerintah harus memastikan kebijakan ini dapat menyentuh semua sektor, termasuk Bank Pembangunan Daerah (BPD).
“Selama ini, BPD dikecualikan dari fasilitas hapus tagih, yang sangat disayangkan,” tutur Mahendra. Tanpa dukungan dari BPD, banyak pelaku UMKM yang tetap terjebak dalam utang yang tidak produktif.
Mahendra menekankan pentingnya kebijakan ini agar dapat melaksanakan penyehatan kredit secara efektif. Dia juga mengingatkan perlunya keseimbangan antara penghapusan kredit macet dan penyaluran pembiayaan baru untuk menghindari dampak negatif pada perekonomian.
Pentingnya Diskusi Lintas Kementerian untuk Kebijakan yang Efektif
Pemerintah telah melakukan dialog dengan berbagai kementerian terkait untuk membahas langkah-langkah konkret dalam penghapusan kredit macet. Dalam diskusi tersebut, Mahendra berharap setiap kementerian dapat berkontribusi dengan pendapat dan usulan yang konstruktif.
Di antaranya adalah Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan Menteri Keuangan, yang sangat berperan dalam mengintegrasikan kebijakan ini ke dalam sistem yang ada. Kolaborasi antara kementerian akan mempercepat proses penyelesaian masalah kredit macet di bank-bank milik negara.
“Kami ingin semua elemen dari pemerintah bergerak sejalan agar kebijakan ini dapat diimplementasikan dengan efektif,” ungkap Mahendra. Fokus utama adalah menangani kredit macet agar tidak mengganggu pertumbuhan sektor lainnya.
Statistik Kredit UMKM dan Tantangan yang Dihadapi
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, mengungkapkan bahwa pertumbuhan kredit UMKM saat ini masih lesu. Data menunjukkan bahwa hingga September 2025, pertumbuhan kredit UMKM hanya meningkat sebesar 0,23% secara tahunan.
Angka tersebut jauh di bawah pertumbuhan kredit perbankan secara keseluruhan yang mencapai 7,70%. Hal ini mencerminkan bahwa sektor UMKM masih menghadapi beragam tantangan dalam mendapatkan akses pembiayaan yang memadai.
“Risiko di segmen UMKM memang cenderung lebih tinggi dibandingkan sektor lainnya, sehingga lembaga keuangan lebih hati-hati,” jelas Dian. Ini menjadi salah satu kendala besar yang harus diatasi agar investasi dalam sektor UMKM dapat meningkat.




