Keputusan Badan Gizi Nasional untuk menghentikan sementara Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi di Cisarua, Bandung Barat, menjadi perhatian penting. Insiden keracunan yang terjadi di SMPN 1 Cisarua memicu reaksi cepat dari pihak berwenang untuk melakukan investigasi lebih lanjut.
Wakil Kepala BGN, Nanik S Deyang, mengungkapkan bahwa tim independen telah dikerahkan untuk menyelidiki penyebab pasti dari insiden tersebut. Langkah ini diambil demi memastikan keselamatan dan kesehatan siswa yang terlibat.
Saat insiden ini terjadi, sebanyak 115 siswa mengalami gejala keracunan seperti pusing, mual, dan muntah setelah mengonsumsi makanan yang disediakan. Investigasi mendalam pun harus dilakukan guna mencegah kejadian serupa di masa mendatang.
Penyelidikan Terhadap Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi di Cisarua
Ketua Tim Investigasi dari BGN, Karimah Muhammad, menyampaikan bahwa mereka telah mengunjungi dua unit dapur yang bertanggung jawab dalam pendistribusian makanan. Dapur-dapur tersebut, yang berada dibawah Yayasan Tarbiyatul Qur’an Cisarua (TARBIQU), berpotensi menjadi sumber masalah yang perlu diselidiki secara komprehensif.
Sehari setelah insiden, ditemukan bahwa sebagian besar siswa yang terlibat mengalami gejala keracunan setelah mengonsumsi menu yang sama. Ini menunjukkan bahwa ada keterkaitan antara makanan yang disajikan dan gejala yang dialami oleh para siswa.
Menu yang disiapkan pada saat kejadian mencakup ayam black pepper, tahu goreng, tumis wortel kembang kol, dan buah melon. Pihak investigasi kini tengah menelusuri origin bahan-bahan ini untuk mengidentifikasi potensi kontaminasi.
Faktor Penyebab Dugaan Keracunan Massal di Sekolah
Sebuah analisis sementara dari tim investigasi mengarahkan dugaan pada kemungkinan kontaminasi silang. Hal ini terjadi karena peuang yang digunakan untuk menyiapkan makanan tidak memenuhi standar kebersihan yang layak.
Selain itu, penundaan dalam menghentikan distribusi makanan di SPPG Cisarua Jambudipa 1 juga dianggap berkontribusi pada meningkatnya risiko. Laporan dari sekolah yang datang terlambat menciptakan celah dalam penanggulangan cepat insiden ini.
Faktor lingkungan juga menjadi sorotan, di mana tim menemukan bahwa dapur-dapur yang diperiksa belum sepenuhnya memenuhi standar higienitas. Ini mencakup kurangnya fasilitas yang memadai untuk memastikan keamanan pangan bagi para siswa.
Tindakan Selanjutnya dan Perbaikan yang Diperlukan
Seiring dengan hasil investigasi awal, BGN memutuskan untuk menangguhkan distribusi makanan dari kedua SPPG yang terlibat. Hal ini sebagai bentuk langkah preventif untuk menjaga kesehatan seluruh peserta didik di area tersebut.
Kedua unit dapur diharuskan untuk melakukan perbaikan signifikan dalam infrastruktur mereka. Menurut kebijakan yang berlaku, mereka juga diwajibkan untuk mengantongi Sertifikasi Laik Higiene Sanitasi (SLHS) sebelum diperbolehkan kembali beroperasi.
Keberlangsungan layanan ini sangat penting, mengingat makanan gizi seimbang adalah hak setiap siswa. Perbaikan yang dilakukan juga harus memastikan bahwa insiden serupa tidak terulang di masa yang akan datang.




