Nilai tukar rupiah pada akhir perdagangan hari Jumat lalu ditutup di posisi Rp16.665 per dolar Amerika Serikat (AS). Meskipun ada fluktuasi di pasar global, rupiah menunjukkan penguatan tipis sebesar 15 poin atau 0,09 persen dalam perdagangan pasar spot.
Di sisi lain, kurs referensi yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, yakni Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), mencatatkan posisi rupiah sebesar Rp16.692 per dolar AS. Ini menunjukkan adanya pergerakan yang bervariasi dalam mata uang yang terjadi selama pekan tersebut.
Pergerakan Mata Uang Asia dan Dampaknya terhadap Rupiah
Mata uang di Asia mengalami pergerakan yang bervariasi. Dolar Hong Kong terpantau turun sebesar 0,03 persen, sedangkan peso Filipina juga mengalami penurunan 0,05 persen. Di sisi lain, yen Jepang mengalami penguatan dengan kenaikan sebesar 0,51 persen.
Selain yen Jepang, ringgit Malaysia mencatatkan kenaikan sebesar 0,01 persen, sementara dollar Singapura turun tipis sebesar 0,01 persen. Namun, won Korea Selatan mencatat penurunan paling signifikan dengan minus 2,04 persen, dan baht Thailand turun 0,13 persen.
Variasi pergerakan mata uang ini diindikasikan sebagai reaksi pasar terhadap kondisi ekonomi global. Penguatan rupiah meski berada pada zona merah menunjukkan adanya harapan di kalangan pelaku pasar terhadap stabilitas ekonomi yang lebih baik pada masa mendatang.
Reaksi Pasar terhadap Kebijakan Pemerintahan AS
Analis pasar, Lukman Leong dari Doo Financial Futures, menyebutkan bahwa penguatan rupiah terjadi di tengah kekhawatiran mengenai kemungkinan pemerintahan AS yang akan mengalami shutdown. Sentimen ini menyebabkan pelaku pasar lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan investasi.
Dia juga menambahkan bahwa meskipun rupiah menunjukkan penguatan, investor tetap cenderung bersikap wait and see menjelang rilis data pekerjaan AS yang akan datang. Data tersebut diperkirakan akan memengaruhi arah kebijakan moneter di AS dan dampaknya terhadap pasar global.
Sikap hati-hati ini mencerminkan ketidakpastian yang ada di pasar, di mana para trader dan investor berusaha untuk menganalisis kondisi yang ada sebelum berinvestasi lebih jauh. Kestabilan ekonomi AS menjadi fokus perhatian yang tidak bisa diabaikan dalam konteks ini.
Perbandingan dengan Mata Uang Utama Negara Maju
Dalam perbandingan dengan mata uang utama negara maju, hasilnya cukup beragam. Euro Eropa mengalami kenaikan sebesar 0,11 persen di tengah optimisme ekonomi yang berkembang di kawasan tersebut. Franc Swiss juga mencatatkan penguatan sebesar 0,21 persen.
Kenaikan juga terjadi pada dolar Australia yang menanjak 0,20 persen, tetapi sebaliknya, dolar Kanada mengalami penurunan tipis sebesar 0,04 persen. Pergerakan mata uang ini menunjukkan bahwa faktor eksternal sangat berpengaruh terhadap nilai tukar, termasuk situasi politik dan ekonomi global.
Hal ini memperlihatkan betapa kompleksnya interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhi mata uang. Kenaikan euro dan franc Swiss, misalnya, disesuaikan dengan situasi ekonomi masing-masing negara yang menunjukkan kekuatan fundamental.




