Diawal tahun ini, kebijakan ekonomi yang dicanangkan oleh Menteri Keuangan telah memicu perdebatan serius di kalangan para ekonom dan pelaku industri. Salah satu kebijakan tersebut adalah penempatan dana sebesar Rp200 triliun yang dialokasikan untuk berbagai bank negara, termasuk BNI, yang diharapkan dapat memberikan dampak positif pada perekonomian nasional.
Chief Economist BNI mengungkapkan dalam sebuah diskusi media bahwa dana yang ditempatkan tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan likuiditas, tetapi juga untuk menciptakan multiplier effect yang bisa memperkuat perekonomian. Menurut perhitungan timnya, kebijakan ini dapat memberikan dampak hingga 1,58 kali lipat terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Namun, angka tersebut hanya dapat dihitung dari dana yang langsung diterima BNI dan tidak mencakup bank lainnya yang juga memperoleh alokasi serupa. Dengan demikian, dampak sebenarnya dari kebijakan ini masih perlu dihitung lebih mendalam.
Dampak kenaikan penyaluran dana terhadap perekonomian Indonesia
Purbaya Yudhi Sadewa, Menteri Keuangan, menjelaskan bahwa dana Rp200 triliun tersebut memang ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Dana ini dibagi ke lima bank utama di Indonesia, yaitu BRI, Bank Mandiri, BTN, BSI, dan BNI, dengan masing-masing mendapatkan alokasi yang signifikan.
Dari total alokasi tersebut, BNI mendapatkan porsi yang sama banyaknya dengan BRI dan Bank Mandiri, masing-masing Rp55 triliun. Hingga saat ini, sekitar 60 persen dari dana tersebut telah disalurkan, yang tercatat mencapai sekitar Rp112 triliun.
Data terbaru menunjukkan bahwa penyaluran dana ini telah berkontribusi pada peningkatan pasokan uang beredar di Indonesia. Uang beredar dalam arti luas (M2) menunjukkan pertumbuhan yang positif, mencapai Rp9.771,3 triliun pada bulan September 2025.
Pentingnya akselerasi fiskal untuk mendorong pertumbuhan
Meski terjadi peningkatan pada pasokan uang, Leo menegaskan bahwa hal ini belum cukup untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang diinginkan. Ia mengungkapkan bahwa akselerasi pengeluaran fiskal harus menjadi prioritas agar momentum pertumbuhan ekonomi tetap terjaga.
Pemerintah, menurut Leo, perlu memfokuskan perhatian pada sektor investasi yang dapat memberikan dampak lebih besar terhadap penciptaan lapangan kerja. Hal ini juga penting, mengingat konsumsi domestik saat ini menyumbang hampir 54 persen dari total ekonomi Indonesia.
Dia mendorong pemerintah untuk aktif menggenjot investasi, yang merupakan faktor kunci dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Ia menekankan bahwa investasi berpotensi untuk memberikan multiplier effect yang signifikan.
Reformasi struktural sebagai kunci untuk pertumbuhan berkelanjutan
Dalam kesempatan yang sama, Leo juga membahas pentingnya melakukan reformasi struktural untuk memastikan pertumbuhan yang merata dan berkelanjutan. Salah satu langkah yang perlu diambil adalah memperbaiki sistem perizinan usaha, yang sering kali menjadi hambatan bagi para pelaku bisnis.
Selain itu, perbaikan infrastruktur dan pengembangan sumber daya manusia juga harus menjadi fokus utama. Dengan infrastruktur yang baik, distribusi barang dapat dilakukan lebih efisien, dan pengembangan SDM yang berkualitas dapat menciptakan tenaga kerja yang lebih produktif.
Keterlibatan aktif dari pemerintah dalam melakukan reformasi ini dapat menciptakan lingkungan yang lebih kondusif bagi investasi. Sehingga pada akhirnya, diharapkan ekonomi Indonesia dapat tumbuh lebih tinggi dan lebih merata untuk semua lapisan masyarakat.




