Langkah Bank Indonesia (BI) untuk menurunkan suku bunga acuan secara drastis dari 6,25% pada Agustus 2024 menjadi 4,75% yang direncanakan hingga Oktober 2025 tidak serta merta diikuti oleh perbankan dalam menurunkan suku bunga kreditnya. Hal ini disampaikan oleh Deputi Gubernur BI, Aida S Budiman, setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang dilaksanakan pada pertengahan Oktober 2025.
Aida mencatat bahwa meskipun BI telah menurunkan suku bunga acuan sebanyak 150 basis points (bps), perbankan baru mampu menurunkan suku bunga dana pihak ketiga (DPK) sebesar 29 bps dalam satu bulan terakhir. Sedangkan untuk suku bunga kredit, penurunannya bahkan hanya mencapai 15 bps, menunjukkan perlunya waktu yang lebih lama bagi perbankan untuk merespons kebijakan yang diambil oleh BI.
“Ini menunjukkan bahwa meskipun BI telah konsisten dalam kebijakan penurunan suku bunga, respons dari sektor perbankan masih sangat lambat,” tegas Aida pada konferensi pers. Penurunan suku bunga di pasar uang justru lebih cepat ketimbang di perbankan, menandakan bahwa transmisi penurunan suku bunga BI rate sudah berjalan dengan baik.
Analisis Respons Perbankan terhadap Kebijakan BI Terbaru
Dalam pertemuan tersebut, Aida menekankan bahwa penurunan suku bunga di pasar uang cukup signifikan. Misalnya, di INDONIA, suku bunga telah turun 204 bps, sedangkan SBN yang memiliki tenor 12 bulan bahkan turun 257 bps, sehingga kini berada pada angka 4,7%. Penurunan ini menunjukkan bahwa pasar keuangan lebih responsif dibandingkan dengan perbankan.
“Perbedaan ini bisa jadi disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk ekspektasi pasar dan evaluasi risiko oleh bank yang lebih hati-hati dalam menentukan suku bunga kredit,” papar Aida lebih lanjut. Hal ini menunjukkan adanya kebutuhan bagi BI untuk mendorong akselerasi penyaluran kredit agar lebih sejalan dengan penurunan suku bunga kebijakan.
Perbankan harus mempertimbangkan kondisi ekonomi yang lebih luas serta kemampuan nasabah untuk membayar pinjaman saat memutuskan penurunan suku bunga kredit. Ini merupakan langkah penting untuk memastikan keberlanjutan pertumbuhan ekonomi, terutama di sektor usaha kecil dan menengah.
Kebijakan Insentif Likuiditas yang Diterapkan BI
Dalam upaya mendorong percepatan penyaluran kredit oleh perbankan, BI merencanakan untuk memberlakukan kebijakan insentif likuiditas (KLM) yang baru pada bulan Desember 2025. KLM ini dirancang untuk memberikan dorongan lebih bagi bank dalam menyesuaikan suku bunga kredit sesuai dengan penurunan BI rate yang cepat.
Insentif ini terdiri dari dua bagian, yaitu insentif lending channel dan interest rate channel. Bagi bank yang dapat mencapai kriteria tertentu, insentif akan mencapai 5% dari DPK untuk lending channel dan 0,5% untuk interest rate channel, sehingga total insentif dapat mencapai 5,5%. Ini diharapkan menjadi pendorong bagi bank untuk mempercepat penyaluran kredit.
Aida menambahkan bahwa besaran insentif pada lending channel juga akan mempertimbangkan pertumbuhan kredit dibandingkan dengan komitmen sebelumnya. Ini penting agar insentif benar-benar berfokus kepada peningkatan kinerja aspek kredit perbankan.
Perkembangan dan Tantangan dalam Penyaluran Kredit
Dalam menghadapi tantangan penyaluran kredit yang masih lambat, BI berharap bahwa insentif ini bisa mendorong bank untuk lebih agresif dalam menawarkan produk kredit kepada masyarakat. Dengan suku bunga yang lebih kompetitif, diharapkan masyarakat dan pelaku usaha bisa lebih terfasilitasi dalam mendapatkan akses keuangan.
Namun, tantangan tetap ada. Bank-bank harus memperhatikan potensi risiko kredit yang ada, terutama dalam situasi ekonomi yang tidak menentu. Ini menjadi perhatian penting bagi manajemen risiko di setiap lembaga keuangan yang harus menyeimbangkan antara pertumbuhan dan keamanan.
Oleh karena itu, sosialisasi mengenai kebijakan baru ini diharapkan bisa berjalan efektif. BI perlu menjelaskan kepada seluruh stakeholder, termasuk bank dan nasabah, tentang manfaat yang bisa diperoleh dari kebijakan penyesuaian suku bunga dan insentif yang diberikan.
Relevansi Suku Bunga terhadap Perekonomian Nasional
Relevansi suku bunga terhadap perekonomian adalah sangat besar, karena bisa memengaruhi berbagai aspek, mulai dari inflasi sampai pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Penurunan suku bunga diharapkan bisa mendorong aktivitas ekonomi melalui peningkatan investasi dan konsumsi masyarakat.
Suku bunga yang rendah biasanya akan menggugah minat investasi, baik dari lokal maupun investor asing. Hal ini bisa berkontribusi kepada pertumbuhan ekonomi yang lebih baik jika disertai dengan kebijakan pendukung dari pemerintah.
Ke depan, kebijakan moneter yang stabil dan menyeluruh akan menjadi kunci untuk menjaga pertumbuhan ekonomi Indonesia. Terus mengikuti perkembangan pasar dan mempertimbangkan faktor eksternal juga menjadi bagian penting dari kebijakan ekonomi yang harus dijalankan dengan bijak.




